Mukomukoshare.com - Perjalanan Ruh Seorang Hamba Setelah Kematian
Tak terhitung kita menyaksikan kematian yang menimpa seseorang di
antara kita ketika datang ajalnya. Tak berbilang kita mengurus jenazah
dari memandikan, mengkafani, menyolatkan dan menguburkannya. Dan tak
terkira pula kita dirundung duka lantaran orang terdekat dan tercinta
kita berpulang menghadap Ilahi Rabbi meninggalkan kita yang sedang
diterpa duka. Atau tak sedikit di antara kita yang menyaksikan secara
langsung seseorang yang sedang meregang nyawa, nafasnya tersengal berat
meninggalkan jasad yang mulai mendingin kaku merata, mata nanar
memandang ke arah atas kepala, lalu terkulai lemas tak lagi berjiwa.
Seringkali terjadi, di pagi hari kita bersapa dengan seseorang namun
di sore harinya kita mendengar kabar kematiannya. Tak jarang kita
jumpai, di sore hari kita berjumpa dengan seseorang di tempat kajian
atau selainnya tetapi di pagi harinya kita dikabarkan akan berita
kematiannya pula. Adakalanya kita baru saja bercanda ria dengan
seseorang dan tak lama berselang kematian menjemputnya yang
mengakibatkan air mata meneteskan duka. Bahkan ada juga yang baru saja
kita bertemu muka dengan seseorang di suatu tempat namun tak beberapa
lama kita menyaksikannya terbujur kaku tiada daya.
Namun adakah pelajaran dan hikmah dari berbagai peristiwa tersebut,
sadarkah kita bahwa suatu saat kitapun akan menyusul mereka yang telah
mendahului kita, apakah kita paham bahwa kematian itu akan datang kapan
saja, dimana saja dan ketika sedang berbuat apa saja dan sudahkah pula
kita mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan kita yang
sebenarnya?.
Dan apakah kita juga telah mengetahui perjalanan kita setelah
terenggutnya nyawa dari raga yang fana dan berpisahnya ruh dari jasad
yang lusuh?. Kita akan berada di dalam suatu perjalanan berat mencekam
lagi menakutkan yang tidak akan mungkin seseorang dapat kembali lagi
untuk memperbaiki diri. Perjalanan yang menanggalkan semua pangkat,
jabatan ataupun kedudukan, sebab semuanya menghadap kepada Rabbnya
sebagai seorang hamba sahaya. Perjalanan yang meninggalkan anak dan
istri tercinta, orang tua terkasih, sanak kerabat terdekat atau siapapun
orang yang selama ini berada di sisinya, sebab semua orang akan datang
kepada-Nya sendirian tanpa seorangpun teman yang menyertainya.
Perjalanan yang tiada membawa perbekalan makanan atau harta benda
sedikitpun sebab yang dibawa hanyalah amal semata. Perjalanan yang tidak
dipedulikan lagi wajah yang tampan rupawan ataupun cantik menawan
karena semuanya itu sama di sisi-Nya. Perjalanan yang setiap manusia
akan mendapat hasil dari apa yang telah diusahakannya, apakah berupa
pedihnya siksaan yang menyengsarakan atau kenikmatan hakiki yang abadi.
Kita akan dikubur di dalam tanah lembab yang gelap berbungkuskan
kafan putih ganjil tidak genap, sendirian tiada sanak keluarga, teman
penyerta ataupun harta benda yang kita himpun sejak muda. Berkalang
tanah, kering ataupun basah, dipojokkan dalam liang lahad dimakan ulat
tanah lalu hancur luluh dimakan waktu. Bahkan tak jarang dari kuburan
yang tergali dijumpai tulang belulang yang saling berselisih tumpang
tindih, tulang yang hancur luluh menjadi debu, hitam pekat laksana
terbakar api atau juga tubuh-tubuh yang rusak tergores seperti kena
cambuk atau bekas hantaman penumbuk dan sebagainya. Semuanya itu
lantaran siksa kubur yang sudah dipastikan adanya.
Atau juga di antara kita banyak terdapat jasad-jasad yang tak
diketahui rimbanya, tenggelam di dalam lautan yang luas lantaran
kapalnya kandas, terdampar di suatu hutan lebat yang ganas lalu di
mangsa binatang buas, teronggok menjadi abu karena terkepung kobaran api
yang panas atau hancur menjadi banyak serpihan akibat terkena ledakan
dahsyat yang amat keras.
Mata kita hanya tertuju kepada jasad yang telah kaku, dingin dan
memucat, namun sebenarnya ruh dari jasad itu sedang mengadakan suatu
perjalanan yang tidak pernah diimpikan sebelumnya. Suatu perjalanan yang
menembus langit demi langit untuk bertemu dengan Pemilik dan
Penciptanya, jika ruh itu milik seorang mukmin. Namun jika ruh itu milik
selainnya, maka perjalanan itu bahkan tidak akan menembus langit
pertama. Perjalanan itu sudah tentu akan dilakoni oleh semua anak Adam,
baik kaum pria ataupun wanitanya, kaum kaya ataupun yang miskinnya,
kelompok pemilik kekuasaan ataupun rakyatnya, golongan terpelajar
ataupun awamnya atau kaum mukminin ataupun kafir dan munafiknya. Lalu
setiap ruh akan kembali kepada jasadnya di dalam kubur untuk
bersiap-siap mendapatkan ujian atau pertanyaan dari dua malaikat penguji
yaitu Munkar dan Nakir alaihima as-Salam tentang perkara-perkara agama.
Pandangan kitapun hanya melihat onggokan-onggokan tanah yang
berbentuk punuk atau rata dengan tanah di daerah pekuburan yang setiap
kuburnya itu luasnya hanya seukuran tubuh penghuninya. Tetapi di
dalamnya terdapat tempat yang amat luas, tercium wewangian yang sangat
harum semerbak dan bertiup angin yang amat sejuk merona. Ini adalah
tempat istirahat yang paling ideal dan menyenangkan disaat menantikan
datangnya hari akhir. Yang semuanya itu diperuntukkan untuk penghuninya
yang komit dalam keimanan dan gemar mengerjakan amal-amal shalih. Dan di
dalamnya juga terdapat tempat yang sempit menghimpit tubuh yang dapat
membuat tulang saling berselisih, hembusan angin panas, kobaran api
menggelegak, sungai merah darah tempat berenang para pemakan riba, gada
besar yang dapat merontokkan gunung menjulang, cemeti besi yang dapat
mengoyak tubuh-tubuh kekar atau indah padat berisi, tombak berkail yang
dapat merobek mulut-mulut mungil namun suka berkata dusta, gunjing lagi
usil dan lain sebagainya. Yang semuanya itu diperuntukkan untuk
penghuninya yang kerap terkukung keraguan dalam beragama dan gemar
melakukan kemaksiatan tanpa pernah berpikir panjang akan akibatnya.
Tak ada bedanya suasana pekuburan itu apakah terpencil jauh dari
pemukiman ataupun padat berdesakan dengan penduduk sekitarnya. Sama saja
apakah pekuburan itu nampak indah lagi asri pemandangannya ataukah
nampak kumuh berlumut, semrawut tiada tertata. Atau juga tiada beda,
apakah di dalam satu kubur itu tertanam satu, dua atau banyak jasad
bertumpuk menjadi satu yang tercampur antara orang shalih dan yang
tidaknya. Atau bahkan kondisi jasad-jasad yang tak tertanam di dalam
kubur-kubur yang semestinya, lantaran tidak diketahui dimanakah jasadnya
berada. Maka keadaan nikmat dan adzab kubur itu sudah tentu dan pasti
akan didapat dan dialami oleh para pelakon di dunia ini. Apakah
kenikmatan dan penyiksaan itu akan dirasakan oleh ruhnya saja atau dapat
dirasakan oleh jasad dan ruhnya sekaligus, sebagaimana akan datang
penjelasannya, in syaa Allah.
Mata dan telinga kita tertipu oleh bentuk lahiriah sebuah tempat yang
bernama kuburan, sebuah tempat yang sedikit sekali orang yang berminat
untuk tinggal di dalamnya. Padahal suka ataupun tidak, setiap manusia
tentu akan menempatinya suatu saat kelak. Apakah mereka akan tinggal di
dalamnya dengan bergelimang kenikmatan ataukah berkubang kesengsaraan
sampai suatu waktu, mereka akan dibangkitkan dari dalamnya untuk menuju
kehidupan yang hakiki. Yang pada waktu itu mereka akan diminta
pertanggungjawaban terhadap apa yang telah mereka perbuat sepanjang
hidupnya di dunia. Sebab kuburan itu hanyalah suatu tempat persinggahan
untuk menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Menceritakan perjalanan ruh manusia itu bukanlah perkara mudah sebab
hal ini termasuk dalam perkara-perkara ghaib yang tiada seseorangpun
yang mengetahui dan dapat menjelaskannya kecuali Allah Subhanahu wa
ta’ala. Dari sebab itu, setiap orang yang berusaha keras menceritakan
berbagai perkara ghaib padahal tidak ada pengetahuan itu baginya, maka
hal itu merupakan kedustaan dan khayalan dari si pencerita semata dan
bagaikan pepesan kosong belaka. Bahkan boleh jadi perbuatannya tersebut
merupakan kesesatan dan penyesatan bagi umat manusia. Maka setiap muslim
mesti jeli dan waspada terhadap rangkaian celotehan dan tulisan dari
orang tersebut sebagaimana waspadanya mereka terhadap uraian penjelasan
suatu perkara yang keluar dari ucapan atau pikiran orang yang telah
diketahui sebagai orang yang bukan ahlinya. Misalnya: akankah seseorang
diantara kita mendatangi seseorang yang tidak mengerti sedikitpun
tentang kedokteran ketika hendak mengkonsultasikan penyakit yang
dideritanya, atau mendatangi seseorang yang tidak mengetahui sedikitpun
tentang ilmu bangunan tatkala hendak membangun atau merehab rumahnya,
atau mendatangi seseorang yang tidak memahami sedikitpun tentang mesin
kendaraan dikala hendak memperbaiki mobil atau motornya yang sedang
rusak dan seterusnya. Tentu kita tidak akan mau apalagi berminat untuk
mendatangi mereka bahkan untuk hanya sekedar mendengarkan teori-teori
mereka tentang sesuatu yang mereka tidak ketahui dan kuasai, kita akan
berusaha menutup telinga kita, menghindar dari mereka semampu yang kita
bisa dan bahkan menyuruh mereka diam tidak berkata apalagi nyerocos tiada jeda.
Pun demikian, maukah kita membaca teori atau mendengar celotehan
orang yang telah terpedaya setan itu ketika menjelaskan berbagai perkara
ghaib yang jelas ia tidak ketahui. Semua yang diucapkan dan
diceritakannya itu jelas hanyalah rekayasa semata yang keluar dari
dugaan dan khayalannya yang tidak memiliki landasan kokoh lagi kuat.
Maka dari sebab itu, jika kita ingin mengetahui berbagai perkara
ghaib, khususnya tentang masalah perjalanan ruh setelah berpisah dengan
jasad dan kondisinya di dalam kubur, kita wajib mengembalikan penjelasan
tersebut kepada yang berhak untuk menerangkannya yaitu Allah Subhanahu
wa ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam yang memang telah
diridloi oleh Allah Jalla wa Ala untuk menjelaskannya. Penjelasan Allah
Azza wa Jalla dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut telah
tertuang di dalam alqur’an yang mulia dan hadits-hadits shahih yang
telah tsabit dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam lalu
dipaparkan oleh para ulama shalih terdahulu yang mengikuti jejak nabi
mereka Shallallahu alaihi wa sallam. Sebab mereka adalah orang-orang
yang paling ambisi mencari dan tunduk kepada kebenaran serta membelanya,
yang paling giat mengerjakan amal-amal shalih dan melanggengkannya,
yang paling mencocoki akhlak dan perilaku Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam daripada selainnya, yang paling mendahului iman daripada akal
logika semata dan yang paling mengedepankan amal daripada berteori
belaka.
Dalam satu hadits yang cukup
panjang yang diceritakan oleh seorang shahabat mulia yang bernama
al-Barra’ bin Azib radliyallahu anhu, yang in syaa Allah banyak terdapat
pelajaran dan faidah di dalamnya, bagi orang yang mempunyai hati nan
suci, serta selalu mengarahkan pandangan dan pendengarannya kepada
kebenaran.
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رضي الله عنه قَالَ: خَرَجِنَا
مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فِى جَنَازَةِ رَجُلٍ مِنَ
اْلأَنْصَارِ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ وَ لَمَّا يُلْحَدُ فَجَلَسَ
رَسُوْلٌ اللهِ صلى الله عليه و سلم مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ وَ جَلَسْنَا
حَوْلَهُ وَ كَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِنَا الطَّيْرَ وَ فِى يَدِهِ عَوْدٌ
يَنْكُتُ فِى اْلأَرْضِ وَ جَعَلَ يَرْفَعُ بَصَرَهُ وَ يُخْفِضُهُ
ثَلاَثًا فَقَالَ: اسْتَعِيْذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ:
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ
الدُّنْيَا وَ إِقْبَالٍ مِنَ اْلآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلاَئِكَةٌ
مِنَ السَّمَاءِ بِيْضُ الْوُجُوْهِ كَأَنَّ وُجُوْهَهُمُ الشَّمْسَ
مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَ حَنُوْطٌ مِنْ حَنُوْطِ
الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوْا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِىءُ
مَلَكُ الْمَوْتِ عليه السلام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُوْلُ:
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ [و فى رواية: الْمُطْمَئِنَّةُ]
اخْرُجِى إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللهِ وَ رِضْوَانٍ قَالَ: فَتَخْرُجُ
تَسِيْلُ كَمَا تَسِيْلُ الْقَطِرَةُ مِنْ فِى السَّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا [و
فى رواية: حَتَّى إِذَا خَرَجَتْ رُوْحُهُ صَلَّى عَلَيْهِ كُلُّ مَلَكٍ
بَيْنَ السَّمَاءِ وَ اْلأَرْضِ وَ كُلُّ مَلَكٍ فِى السَّمَاءِ وَفُتِحَتْ
لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ لَيْسَ مِنْ أَهْلِ بَابٍ إِلاَّ وَ هُمْ
يَدْعُوْنَ اللهَ أَنْ يُعْرَجَ بِرُوْحِهِ مِنْ قِبَلِهِمْ] فَإِذَا
أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوْهَا فِى يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى
يَأْخُذُوْهَا فَيَجْعَلُوْهَا فِى ذَلِكَ الْكَفَنِ وَ فِى ذَلِكَ
الْحَنُوْطِ فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى(( تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَ هُمْ
لَا يُفَرِّطُونَ- الأنعام: 61)) وَ يَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ
مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ قَالَ: فَيَصْعَدُوْنَ بِهَا فَلاَ
يَمُرُّوْنَ بِهَا عَلَى مَلإٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوْا: مَا
هَذَا الرُّوْحُ الطَّيِّبُ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: فَلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ
بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِى يُسَمُّوْنَهُ بِهَا فِى الدُّنْيَاحَتَّى
يَنْتَهُوْا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَسْتَفْتِحُوْنَ لَهُ
فَيُفْتَحُ لَهُمْ فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرِّبُوْهَا إِلَى
السَّمَاءِ الَّتِي تَلِيْهَا حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ
السَّابِعَةِ فَيَقُوْلُ اللهُ عز و جل: اكْتُبُوْا كِتَابَ عَبْدِي فِى
عِلَّيَّيْنَ ((كَلَّآ إِنَّ كِتَابَ اْلأَبْرَارِ لَفِى عِلِّيِّينَ وَ
مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيِّونَ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ يَشْهَدُهُ
اْلمـُقَرَّبُونَ- المطففين: 18-21)) فَيُكْتَبُ كِتَابُهُ فِى
عِلِّيِّيْنَ ثُمَّ يُقَالُ: أَعِيْدُوْهُ إِلَى اْلأَرْضِ فَإِنِّى
وَعَدْتُهُمْ أَنِّى مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ وَ فِيْهَا أُعِيْدُهُمْ وَ
مِنْهَا أُخْرِجُهُمْ تَارَةً أُخْرَى قَالَ: فَيُرَدُّ إِلَى اْلأَرْضِ وَ
تُعَادُ رُوْحُهُ فِى جَسَدِهِ قَالَ: فَإِنَّهُ يَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِ
أَصْحَابِهِ إِذَا وَلَّوْا عَنْهَ مَدْبِرِيْنَ فَيَأْتِيْهِ مَلَكَانِ
شَدِيِدَا اْلانْتِهَارِ فَيَنْتَهِرَانِهِ وَ يُجْلِسَانِهِ فَيَقُوْلاَنِ
لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُوْلُ: رَبِّيَ اللهُ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: مَا
دِيْنُكَ؟ فَيَقُوْلُ: دِيْنِيَ اْلإِسْلاَمُ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: مَا
هَذَا الرَّجُلُ الَّذِى بُعِثَ فِيْكُمْ؟ فَيَقُوْلُ: هُوَ رَسُوْلُ
اللهِ صلّى الله عليه و سلّم فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: وَ مَا عَمَلُكَ؟
فَيَقُوْلُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَ صَدَّقْتُ
فَيَنْتَهِرُهُ فَيَقُوْلُ: مَنْ رَبُّكَ؟ مَا دِيْنُكَ؟ مَنْ نَبِيُّكَ؟
وَهِيَ آخِرُ فِتْنَةٍ تُعْرَضُ عَلَى الْمُؤْمِنِ فَذَلِكَ حِيْنَ
يَقُوْلُ اللهُ عز و جل ((يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا
بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ فِى اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ فِى اْلأَخِرَةِ-
إبراهيم: 27)) فَيَقُوْلُ: رَبَّيَ اللهُ وَ دِيْنِيَ اْلإِسْلاَمُ وَ
نَبِيِّ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه و سلم فَيُنَادِى مُنَادٍ فِى السَّمَاءِ :
أَنْ صَدَقَ عَبْدِى فَأَفْرِشُوْهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَأَلْبِسُوْهُ
مِنَ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوْا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ قَالَ:
فَيَأْتِيْهِ مِنْ رُوْحِهَا وَ طِيْبِهَا وَ يُفْسَحُ لَهُ فِى قَبْرِهِ
مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ: وَيَأْتِيْهِ [و فى رواية: يُمَثَّلُ لَهُ] رَجُلٌ
حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيْحِ فَيَقُوْلُ:
أَبْشِرْ بِالَّذِى يَسُرُّكَ أَبْشِرْ بِرِضْوَانٍ مِنَ اللهِ وَ جَنَّاتٍ
فِيْهَا نَعِيْمٌ مُقِيْمٌ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِى كُنْتَ تُوْعَدُ
فَيَقُوْلُ لَهُ: وَ أَنْتَ فَبَشَّرَكَ اللهُ بِخَيْرٍ مَنْ أَنْتَ؟
فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ فَيَقُوْلُ: أَنَا عَمَلُكَ
الصَّالِحُ فَوَاللهِ مَا عَلِمْتُكَ إِلاَّ كُنْتَ سَرِيْعًا فِى طَاعَةِ
اللهِ بَطِيْئًا فِى مَعْصِيَةِ اللهِ فَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا ثُمَّ
يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنَ الْجَنَّةِ وَ بَابٌ مِنَ النَّارِ فَيُقَالُ:
هَذَا مَنْزِلُكَ لَوْ عَصَيْتَ اللهَ أَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ هَذَا
فَإِذَا رَأَى مَا فِى الْجَنَّةِ قَالَ: رَبِّ عَجِّلْ قِيَامَ
السَّاعَةِ كَيْمَا أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِى وَ مَالِى فَيُقَالُ لَهُ:
اسْكُنْ قَالَ:
وَ إِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ [و فى رواية: الْفَاجِرَ]
إِذَا كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَ إِقْبَالٍ مِنَ اْلآخِرَةِ
نَزَلَ إِلَيْهِ مِنَ السَّمَاءِ مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ سُوْدُ
الْوُجُوْهِ مَعَهُمُ الْمُسُوْحُ مِنَ النَّارِ فَيَجْلِسُوْنَ مِنْهُ
مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ
رَأْسِهِ فَيَقُوْلُ: أَيَّتُهَا النَّفِسُ الْخَبِيْثَةُ اخْرُجِى إِلَى
سَخَطٍ مِنَ اللهِ وَ غَضَبٍ قَالَ: فَتَفَرَّقُ فِى جَسَدِهِ
فَيَنْتَزِعُهُ كَمَا يُنْتَزَعُ السُّفُوْدُ الْكَثِيْرُ الشُّعَبُ
مِنَ الصُّوْفِ الْمَبْلُوْلِ فَتُقَطَّعُ مَعَهَا الْعُرُوْقُ وَ
الْعَصَبُ فَيَلْعَنَهُ كُلُّ مَلَكٍ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ اْلأَرْضِ وَ
كُلُّ مَلَكٍ فِى السَّمَاءِ وَ تُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ لَيْسَ مِنْ
أَهْلِ بَابٍ إِلاَّ وَ هُمْ يَدْعُوْنَ اللهَ أَلاَّ تَعْرُجَ رُوْحُهُ
مِنْ قِبَلِهِمْ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوْهَا فِى
يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَجْعَلُوْهَا فِى تِلْكَ الْمُسُوْحُ وَ
يَخْرُجُ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيْحِ جِيْفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ
اْلأَرْضِ فَيَصْعَدُوْنَ بِهَا فَلاَ يَمُرُّوْنَ بِهَا عَلَى مَلإٍ مِنَ
الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوْا: مَا هَذَا الرُّوْحُ الْخَبِيْثُ؟
فَيَقُوْلُوْنَ: فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِى
كَانَ يُسَمَّى بِهَا فِى الدُّنْيَا حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهِ إِلَى
السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيُسْتَفْتَحُ لَهُ فَلاَ يُفْتَحُ لَهُ ثُمَّ
قَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم ((لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ
أَبْوَابُ السَّمَآءِ وَ لَا يَدْخُلُونَ اْلجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ
اْلجَمَلُ فِى سَمِّ اْلخِيَاطِ- الأعراف: 40)) فَيَقُوْلُ اللهُ عزّ و
جلّ: اكْتُبُوْا كِتَابَهُ فِى سِجِّيْنٍ فِى اْلأَرْضِ السُّفْلَى ثُمَّ
يُقَالُ: أَعِيْدُوْا عَبْدِى إِلَى اْلأَرْضِ فَإِنِّى وَعَدْتُهُمْ
أَنِّى مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ وَ فِيْهَا أُعِيْدُهُمْ وَمِنْهَا
أُخْرِجُهُمْ تَارَةً أُخْرَى فَتُطْرَحُ رُوْحُهُ مِنَ السَّمَاءِ طَرْحًا
حَتَّى تَقَعَ فِى جَسَدِهِ ثُمَّ قَرَأَ ((وَ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ
فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِى
بِهِ الرِّيحُ فِى مَكَانٍ سَحِيقٍ- الحج: 31)) فَتُعَادُ رُوْحُهُ فِى
جَسَدِهِ قَالَ: فَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفَقَ نِعَالِ أَصْحَابِهِ إِذَا
وَلَّوْا عَنْهُ وَيَأْتِيْهِ مَلَكَانِ شَدِيْدَا اْلانْتِهَارِ
فَيَنْتَهِرانِهِ وَ يُجْلِسَانِهِ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟
فَيَقُوْلُ: هَاهٍ هَاهٍ لاَ أَدْرِى فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: مَا دِيْنُكَ؟
فَيَقُوْلُ: هَاهٍ هَاهٍ لاَ أَدْرِى فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: فَمَا تَقُوْلُ
فِى هَذَا الرَّجُلِ الَّذِى بُعِثَ فِيْكُمْ؟ فَلاَ يَهْتَدِى لاِسْمِهِ
فَيُقَالُ: مُحَمَّدٌ! فَيَقُوْلُ: هَاهٍ هَاهٍ لاَ أَدْرِى سَمِعْتُ
النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ ذَاكَ قَالَ: فَيُقَالُ: لاَ دَرَيْتَ وَ لاَ
تَلَوْتَ فَيُنَادِى مَنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَأَفْرِشُوْا
لَهُ مِنَ النَّارِ وَ افْتَحُوْا بَابًا إِلَى النَّارِ فَيَأْتِيْهِ مِنْ
حَرِّهَا وَ سَمُوْمِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ
فِيْهِ أَضْلاَعُهُ وَ يَأْتِيْهِ [و فى رواية: وَ يُمَثَّلُ لَهُ] رَجُلٌ
قَبِيْحُ الْوَجْهِ قَبِيْحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيْحِ فَيَقُوْلُ:
أَبْشِرْ بِالَّذِى يَسُوْؤُكَ هَذَا يَوْمُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِى
كُنْتَ تُوْعَدُ فَيَقُوْلُ: وَ أَنْتَ فَبَشَّرَكَ اللهُ بِالشَّرِّ مَنْ
أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُوْلُ: أَنَا
عَمَلُكَ الْخَبِيْثُ فَوَاللهِ مَا عَلِمْتُ إِلاَّ كُنْتَ بَطِيْئًا عَنْ
طَاعَةِ اللهِ سَرِيْعًا إِلَى مَعْصِيَةِ اللهِ فَجَزَاكَ اللهُ شَرًّا
ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَصَمُّ أَبْكَمُ فِى يَدِهِ مِرْزَبَةٌ لَوْ
ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ كَانَ تُرَابًا فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً حَتَّى
يَصِيْرَ بِهَا تُرَابًا ثُمَّ يُعِيْدُهُ اللهُ كَمَا كَانَ فَيَضْرِبُهُ
ضَرْبَةً أُخْرَى فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهُ كُلُّ شَيْءٍ إِلاَّ
الثَّقَلَيْنِ ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنَ النَّارِ وَ يُمَهَّدُ مِنْ
فُرُشِ النَّارِ فَيَقُوْلُ: رَبَّ لاَ تُقِمِ السَّاعَةِ
Dari al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu anhu berkata, “Kami pernah
keluar bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengantarkan jenazah
seorang lelaki dari golongan Anshor. Maka sampailah kami ke
pekuburan dan ketika dimasukkan ke dalam liang lahad, duduklah
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghadap kiblat dan kamipun
duduk disekitarnya, Seolah-olah di atas kepala kami ada burung. Pada
tangan beliau ada sepotong kayu yang beliau menggaris-garis tanah
dengannya. Lalu beliau memandang ke atas langit dan ke tanah. Beliau
menengadahkan kepala dan menundukkannya sebanyak tiga kali. Lalu beliau
bersabda, “Hendaklah kalian meminta perlindungan kepada Allah dari adzab
kubur”. Beliau mengatakannya sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian
beliau Shallallahu alaihi wa sallam berdoa, اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ
بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ (artinya, “Ya Allah aku berlindung
kepada-Mu dari adzab kubur”). Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali.
Lalu beliau bercerita,
“Sesungguhnya seorang hamba mukmin itu apabila hendak putus
hubungannya dari dunia dan menghadap ke akhirat (maksudnya; menjelang
kematian), turunlah kepadanya beberapa malaikat dari langit yang putih
berseri wajah mereka, seolah-olah wajah mereka itu laksana matahari.
Bersama mereka ada kain kafan dari kain kafan surga dan balsem dari
balsem surga, sehingga mereka duduk darinya sejauh pandangan. Kemudian
datanglah malaikat Maut alaihim as-Salam hingga duduk di sisi kepalanya,
lalu berkata, “Wahai jiwa yang baik [di dalam satu riwayat; yang
tenang], keluarlah engkau menuju kepada ampunan dan keridloan Allah”.
Beliau (yaitu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam) berkata, “Lalu
keluarlah ruh orang mukmin tersebut mengalir seperti mengalirnya tetesan
air dari mulut girbah (yaitu wadah tempat air dari kulit)”. Lalu
ia mengambilnya [di dalam satu riwayat; sehingga apabila telah keluar
ruhnya, mengucapkan sholawat atasnya seluruh malaikat yang ada di antara
langit dan bumi dan juga seluruh malaikat yang ada di langit. Dibukalah
untuknya pintu-pintu langit, tidak ada dari malaikat penjaga pintu
langit melainkan mereka memohon kepada Allah agar ruh itu dinaikkan
melalui arah mereka]. Maka apabila ia (yaitu; malaikat Maut) telah
mengambilnya maka mereka (yaitu para malaikat yang menyertainya)
tidaklah membiarkannya di tangannya sekejap matapun sehingga mereka
mengambilnya dan meletakkannya di kain kafan dan balsem tersebut. Maka
demikianlah firman-Nya Ta’ala, “((para malaikat utusan Kami
mewafatkannya dan mereka tidak melalaikan kewajiban mereka. QS.
Al-An’am/6: 61))”. Dan keluarlah darinya seperti seharum-harumnya
wewangian minyak kesturi yang dijumpai di atas punggung bumi. Beliau
(yaitu; Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam) berkata, “Lalu
merekapun naik membawanya. Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat
melainkan mereka bertanya, “Ruh siapakah yang baik ini?”. Lalu mereka
menjawab, “Dia adalah Fulan bin Fulan” –dengan sebaik-baik nama yang
mereka menamakannya di dunia-. Sehingga sampailah mereka dengannya ke
langit dunia. Mereka minta di bukakan (pintu langit) untuknya, lalu
dibukakan untuk mereka. Maka para malaikat yang dekat dari tiap-tiap
langit mengantarkannya ke langit yang berikutnya sehingga sampailah ke
langit yang ke tujuh. Maka Allah Azza wa Jalla berfirman, “Catatlah
catatan hamba-Ku di dalam “illiyyin”!. ((Apakah engkau tahu apakah ‘illiyyin
itu? Yaitu kitab yang di tulis, yang disaksikan oleh para malaikat yang
didekatkan kepada Allah. QS. Al-Muthaffifin/83:19-21)). Maka
dicatatlah catatannya itu di dalam ‘illiyyin. Kemudian dikatakan,
“Kembalikan ia ke bumi, karena sesungguhnya Aku pernah menjanjikan
mereka, bahwasanya Aku ciptakan mereka dari tanah, kepadanya Aku
kembalikan mereka dan darinya pulalah Aku akan bangkitkan mereka pada
kali yang lain”.
Beliau (yaitu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam) bersabda, “Maka
iapun dikembalikan ke bumi dan dikembalikan pula ruhnya ke dalam
jasadnya”. Beliau berkata, “Maka sesungguhnya ia mendengar bunyi derap
sendal kawan-kawannya apabila mereka berpaling membelakang”. Datanglah
kepadanya dua orang Malaikat yang sangat keras bentakannya, lalu
keduanya membentaknya dan mendudukkannya, Lalu keduanya berkata
kepadanya, “Siapakah Rabbmu?”. Ia menjawab, “Rabbku adalah Allah”.
Keduanya berkata kepadanya, “Apakah agamamu?”. Ia menjawab, “Agamaku
adalah Islam”. Keduanya berkata kepadanya, “Siapakah pria yang pernah
diutus kepada kalian?”. Ia menjawab, “Dia adalah Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam ”. Keduanya berkata kepadanya, “Apakah amalmu?”. Ia
menjawab, “Membaca kitabullah (yaitu; alqur’an), lalu aku mengimaninya
dan membenarkannya”. Keduanya membentaknya lalu berkata, “Siapakah
Rabb-mu?, apakah agamamu? dan siapakah Nabimu?”. Dan ini adalah akhir
fitnah (atau ujian) yang disodorkan kepada orang mukmin. Maka ini adalah
ketika Allah Azza wa Jalla berfirman ((Allah telah meneguhkan
orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh di dalam kehidupan
dunia dan akhirat. QS. Ibrahim/14: 27)). Lalu ia menjawab, “Rabb-ku
adalah Allah, agamaku adalah Islam dan nabiku adalah Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam”. Maka menyerulah Malaikat yang menyeru di
langit, “Bahwasanya hamba-Ku benar, maka hamparkan suatu hamparan dari
surga untuknya, pakaikanlah pakaian dari surga untuknya dan bukakanlah
untuknya satu pintu ke arah surga”.
Beliau berkata, “Maka datanglah kepadanya sebahagian dari wewangian
dan harum-haruman surga dan dilapangkan untuknya di dalam kuburnya
sejauh pandangannya”. Beliau berkata, “Datanglah kepadanya [di dalam
satu riwayat; diserupakan baginya] seorang pria yang elok wajahnya,
bagus pakaiannya lagi pula harum baunya”. Ia berkata, “Bergembiralah
engkau dengan yang menyenangkanmu, bergembiralah engkau dengan
memperoleh keridloan Allah dan surga yang di dalamnya terdapat
kenikmatan abadi, ini adalah hari yang telah dijanjikan kepadamu”. Lalu
ia berkata kepadanya, “Dan engkau, maka mudah-mudahan Allah
menggembirakanmu dengan kebaikan, siapakah engkau? wajahmu adalah wajah
yang datang membawa kebaikan”. Ia berkata, “Aku adalah amalmu yang
shalih. Maka demi Allah, aku tidaklah mengenalmu melainkan engkau
bersegera di dalam mentaati Allah lagi pula lambat di dalam mendurhakai
Allah, mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu”. Kemudian
dibukalah untuknya satu pintu dari arah surga dan satu pintu dari arah
neraka. Lalu dikatakan, “Ini adalah tempatmu jikalau engkau dahulu
mendurhakai Allah, maka Allah menggantikanmu ini dengannya”. Maka ketika
ia melihat apa yang ada di dalam surga ia berkata, “Wahai Rabb-ku
segerakanlah tegaknya hari kiamat agar aku kembali kepada keluarga dan
harta bendaku”. Dikatakan kepadanya, “Tinggallah engkau !”.
Beliau berkata, “Sesungguhnya hamba yang kafir (di dalam satu
riwayat; yang berbuat dosa) apabila terputus dari dunia dan menghadap
kepada akhirat (maksudnya hendak meninggal), turunlah kepadanya beberapa
malaikat dari langit yang keras lagi bengis. Wajah mereka hitam kelam,
bersama mereka ada semacam karung goni dari neraka. Lalu merekapun duduk
sejauh pandangan darinya, kemudian datanglah malaikat Maut hingga duduk
di sisi kepalanya. Lalu berkata, “Wahai jiwa yang busuk keluarlah
engkau menuju kepada kemurkaan dan kemarahan dari Allah. Beliau berkata,
“Lalu ruh tersebut tercerai berai di dalam jasadnya, lalu malaikat
tersebut mencabutnya seperti dicabutnya besi pembakar daging yang banyak
cabangnya dari bulu yang basah, maka terputuslah urat dan nadi
bersamanya. Lalu semua malaikat yang ada di antara langit dan bumi
mengutuknya dan begitu pula semua malaikat yang ada di langit.
Ditutuplah pintu-pintu langit dan tiada penjaga pintu (langit tersebut)
melainkan mereka memohon kepada Allah agar ruh tersebut tidak lewat di
hadapan mereka. Lalu Malaikat Maut mengambilnya, ketika ia telah
mengambilnya maka para malaikat yang bersamanya tidak membiarkannya di
tangannya sekejap matapun sehingga mereka meletakkannya di semacam
karung goni tersebut. Keluarlah dari ruh tersebut seperti sebusuk-busuk
bau bangkai yang terdapat di muka bumi. Lalu merekapun naik membawa ruh
tersebut. Tidaklah mereka melewati sekelompok dari malaikat melainkan
mereka bertanya, “Ruh siapakah yang busuk ini”?. Mereka menjawab, “Ini
adalah Fulan bin fulan” -dengan sejelek-jelek nama yang mereka
menamakannya di dunia-. Hingga sampailah mereka ke langit dunia, lalu
mereka minta dibukakan (pintu langit), tetapi tidak dibukakan untuknya.
Kemudian Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam membaca, ((Sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak pula
mereka masuk surga sehingga unta masuk ke lobang jarum. QS. Al-A’raf/7:
40)). Allah Azza wa Jalla berfirman, “Catatlah catatan hamba-Ku di dalam
Sijjin di bumi yang paling bawah. Kemudian dikatakan
“Kembalikan hamba-Ku ke bumi karena sesungguhnya Aku telah menjanjikan
mereka bahwasanya dari tanah Aku ciptakan mereka, kepadanya Aku
kembalikan mereka dan darinya pulalah Aku akan bangkitkan mereka pada
kali yang lain”. Lalu ruh itu dilempar dari langit sekali lempar hingga
jatuh kepada jasadnya. Kemudian Beliau membaca, ((Dan barangsiapa yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh
dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat
yang jauh. QS. Al-Hajj/22: 31)). Maka dikembalikan ruhnya ke dalam
jasadnya.
Beliau berkata, “Maka sesungguhnya ia mendengar bunyi derap sendal
kawan-kawannya apabila mereka telah berpaling darinya”. Dan datanglah
kepadanya dua malaikat yang sangat keras bentakannya. Lalu keduanya
membentaknya dan mendudukkannya kemudian berkata kepadanya, “Siapakah
Rabb-mu?”. Ia berkata, “Ah, ah aku tidak tahu”. Keduanya berkata
kepadanya, “Apakah agamamu?”. Ia berkata, “Ah, ah aku tidak tahu”.
Keduanya berkata, “Apa yang engkau katakan tentang pria yang diutus
kepada kalian?”. Maka ia tidak memperoleh petunjuk bagi namanya, lalu
dikatakan kepadanya, “Dia adalah Muhammad”. Ia berkata, “Ah, ah aku
tidak tahu. Aku mendengar orang-orang mengatakan itu”. Beliau berkata,
“Maka dikatakan kepadanya, “Engkau tidak tahu dan engkau tidak membaca”.
Maka menyerulah malaikat yang menyeru dari langit, “bahwasanya ia
berdusta. Maka hamparkanlah satu hamparan dari neraka dan bukakanlah
untuknya satu pintu menuju neraka!”. Maka datanglah kepadanya sebahagian
dari panas dan anginnya api neraka dan dipersempitlah kuburnya atasnya
sehingga tulang belulangnya berselisih. Kemudian datanglah kepadanya (di
dalam satu riwayat; diserupakan baginya) seseorang yang buruk wajahnya,
jelek pakaiannya dan busuk baunya. Ia berkata, “Bergembiralah engkau
dengan yang menyusahkanmu. Ini adalah harimu yang telah dijanjikan
kepadamu”. Ia (yaitu orang kafir itu) berkata, “Dan engkau,
mudah-mudahan Allahpun menggembirakanmu dengan keburukan, siapakah
engkau?, maka wajahmu adalah wajah yang datang membawa keburukan”. Ia
menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk, maka demi Allah tidaklah aku
mengenalmu melainkan engkau lambat di dalam mentaati Allah dan bersegera
di dalam mendurhakai Allah. Maka mudah-mudahan Allah memberikan balasan
keburukan kepadamu”. Lalu didatangkan baginya seorang malaikat yang
buta, tuli lagi bisu yang pada tangannya ada gada. Andaikan sebuah
gunung dipukul dengannya niscaya gunung itu hancur menjadi debu. Lalu
malaikat itu memukulnya dengan sekali pukul sehingga orang kafir itu
menjadi debu, kemudian Allah mengembalikannya sebagaimana sediakala.
Lalu malaikat itu kembali memukulnya dengan pukulan yang lain, lalu
orang kafir itu berteriak dengan suatu teriakan yang didengar oleh
segala sesuatu kecuali dua makhluk yaitu jin dan manusia. Kemudian
dibukalah untuknya satu pintu ke arah neraka dan dibentangkan untuknya
sebahagian dari permadani neraka. Lalu ia berkata, “Wahai Rabb-ku
janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”.
[HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini
baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab
asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]
Semoga cerita shahih di dalam hadits di atas dapat memberi manfaat
dan menambah wawasan pengetahuanku, keluargaku dan seluruh kaum
muslimin, tentang perjalanan ruh seseorang di alam barzakh sesudah
matinya sebelum dihisab amal-amalnya pada hari kiamat. Sehingga kita
semua selalu dapat mempersiapkan diri di dalam menghadapinya dengan
menguatkan dan mempertebal keimanan kita dan dapat menambah amal-amal
shalih kita sebanyak mungkin.
Wallahu a’lam bish showab.
[1]
Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam
al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman
396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al
Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh
al-Imam al-Baihaqiy.
0 Response to "Perjalanan Ruh Seorang Hamba Setelah Kematian"
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda.