Diantara hal yang harus selalu diperhatikan dan dijaga oleh orang sedang melakukan ibadah puasa adalah usaha mereka menjaga puasa dari segala hal yang bisa menghilangkan atau mengurangi pahala puasa mereka. Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahîhnya yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصِيَامٍ، وَصَلَاةٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا،وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ مِنَ الْخَطَايَا أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّار
Sesungguhnya orang yang merugi (bangkrut) diantara ummat adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa, zakat, sementara dia juga dahulu (waktu di dunia) pernah mencela ini, menuduh ini berzina, memakan harta ini dan itu (dengan cara yang tidak halal-red), membunuh orang ini dan itu, dan memukul ini dan itu. Maka (pada hari kiamat), yang ini (yaitu orang yang dizhaliminya itu-red) akan diberi kebaikan yang diambilkan dari kebaikan-kebaikannya, yang itu juga akan diberi kebaikan yang diambilkan dari kebaikan-kebaikannya. Jika pahala kebaikan yang dimilikinya telah habis, sementara dosa-dosanya pada orang-orang yang dizhaliminya belum terbayar semuanya, maka dosa-dosa orang-orang yang dizhaliminya itu akan dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan kedalam api neraka.[1]
Meski hamba ini telah melakukan ibadah shalat, puasa, zakat, akan tetapi dia kehilangan pahala amalan-amalan tersebut disebabkan oleh keburukan yang dilakukan oleh anggota badannya berupa perbuatan zhalim dan melampaui batas, dan juga disebabkan oleh keburukan yang dilakukan oleh lisannya yang selalu mencela dan berdusta. Akhirnya dia menjadi orang yang merugi (bangkrut).
Oleh karena itu, diantara faidah yang bisa dipetik oleh seorang Muslim dari ibadah puasa yang dilakukannya pada bulan Ramadhan adalah hendaknya dia menyadari dan mengetahui bahwa kewajiban berpuasa (menahan diri) dari makan, minum beserta semua yang membatalkan puasa, waktunya di bulan Ramadhan, dimulai sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Adapun (kewajiban) berpuasa ( yaitu menahan diri) dari semua yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , waktunya adalah sepanjang tahun, bahkan selama hidupnya. Jadi, pada bulan Ramadhan, seorang Muslim wajib berpuasa (yaitu menahan diri) dari apa-apa yang dihalalkan oleh Allâh Azza wa Jalla pada bulan-bulan lain selain Ramadhan dan juga menahan diri dari yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla . Dan seorang Muslim wajib berpuasa dari yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla selama hidupnya. Karena shaum (puasa) secara bahasa berarti menahan diri. Jadi menahan dan menjaga mata, lisan, telinga, tangan, kaki, farji dan anggota tubuh lainnya dari segala yang diharamkan termasuk shaum (puasa) menurut bahasa. Yang ini merupakan kewajiban setiap manusia selama hidupnya.
Allâh Azza wa Jalla ketika menganugerahkan kepada para hamba-Nya berbagai nikmat berupa mata, lisan, telinga, tangan, kaki, kemaluan, dan yang lainnya, Allâh Azza wa Jalla mewajibkan kepada mereka agar menggunakannya pada hal-hal yang Allâh Azza wa Jalla ridhai; Dan Allâh Azza wa Jalla mengharamkan mereka untuk menggunakannya pada hal-hal yang dimurkai-Nya. Dan diantara bentuk realisasi rasa syukur kepada Allâh Azza wa Jalla atas segala nikmat yang diberikan-Nya adalah memanfaatkan nikmat-nikmat tersebut pada hal-hal yang Allâh perintahkan, dan tidak menggunakannya pada hal-hal yang Allâh Azza wa Jalla haramkan.
Mata –misalnya- disyariatkan penggunaannya untuk melihat dan memperhatikan hal-hal yang dihalalkan oleh Allâh Azza wa Jalla , dan dilarang untuk melihat yang diharamkan, seperti melihat wanita yang bukan mahramnya, menonton tayangan-tayangan tv berupa drama yang jorok, film porno, atau tayangan-tayangan amoral lainnya. Jadi menjaga mata dari hal-hal seperti ini termasuk puasa bagi mata, dan kewajiban ini terus berlangsung selama hidup.
Kemudian telinga disyariatkan penggunaannya untuk mendengarkan hal-hal yang Allâh perintahkan dan bolehkan, serta diharamkan untuk mendengar hal-hal yang tidak boleh didengar seperti nyanyian, perkataan dusta, ghibah (gosip), namîmah (adu domba), dan hal-hal lain yang telah Allâh haramkan. Menjaga telinga dari hal-hal tersebut di atas merupakan puasa baginya, dan hukum wajibnya berlangsung sepanjang usia. Begitu pula tangan dan kemaluan disyariatkan penggunaannya pada hal-hal yang telah Allâh halalkan, dan diharamkan menggunakannya pada hal-hal yang haram. Ini merupakan puasa bagi tangan dan kemaluan, dan hukum wajibnya terus berlangsung selama hayat masih dikandung badan.
Allâh Azza wa Jalla telah berjanji akan memberikan pahala dan kebaikan berlimpah di dunia dan di akhirat bagi orang yang bisa mensyukuri segala nikmat yang Allâh Azza wa Jalla berikan dan menggunakannya pada hal-hal yang Allâh ridha. Sebaliknya, kepada siapa saja yang tidak menjaga, tidak memperhatikan hikmah dan tujuan dari penciptaan nikmat-nikmat tersebut, bahkan dengan tanpa rasa sungkan dia menggunakannya pada hal-hal yang Allâh Azza wa Jalla murkai, Allâh mengancam akan memberikan adzab dan hukuman yang pedih kepada mereka.
Allâh mengabarkan bahwa kelak di hari kiamat, anggota-anggota badan akan ditanya tentang pemiliknya dan pemiliknya juga akan dimintai pertangungjawaban terhadap anggota badan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [al-Isrâ’/17:36]
Dan firman-Nya:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. [Yâsin/36:65]
Dan firman-Nya:
وَيَوْمَ يُحْشَرُ أَعْدَاءُ اللَّهِ إِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ ﴿١٩﴾ حَتَّىٰ إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٢٠﴾ حَتَّىٰ إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٢٠﴾ وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا ۖ قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allâh di giring ke dalam neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab, "Allâh yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan". [Fusshilat/41:19-21]
Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada Mu'âdz bin Jabal untuk menjaga lisannya, dan Mu'âz Radhiyallahu anhu bertanya kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , "Wahai Nabi Allâh, apakah kita akan dihisab atas apa yang telah kita ucapkan?" Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ أُمِّ مُعَاذٍ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ فِي نَارِ جَهَنَّمَ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهُمْ؟
Celaka kamu Mu'âdz! Tidak ada yang menyebabkan manusia tersungkur di dalam neraka selain hasil lisan-lisan mereka [2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Barangsiapa menjamin (menjaga) bagiku lisan dan kemaluannya, maka aku akan menjamin baginya surga.[3]
Imam Tirmizi meriwayatkannya dan beliau menilai hadits ini hasankan dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan lafazh:
مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَرِجْلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa dipelihara oleh Allâh dari keburukan mulut dan keburukan kemaluannya, maka dia akan masuk surga[4]
Dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa beriman kepada hari akhir hendaknya dia berkata yang baik atau diam[5]
Masih didalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim dari shahabat Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu , Para shahabat bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Wahai Rasûlullâh! Islam seperti apakah yang paling baik?" Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Islamnya orang yang semua muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya[6]
Nash-nash di atas dan nash lain yang semakna menunjukkan bahwa seorang hamba wajib hukumnya menjaga lisan, kemaluan, pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya dari hal-hal yang diharamkan. Dan ini merupakan pengertian puasa dari segi bahasa. Puasa seperti ini tidak memiliki waktu khusus akan tetapi terus berkelanjutan sampai meninggal dunia, sebagai bentuk ketaatan kepada Allâh l agar berhasil meraih ridha dan pahala dari Allâh, selamat dari murka dan siksa-Nya.
Apabila seorang Muslim memahami bahwasanya pada bulan Ramadhan dia diharamkan melakukan dan memakan apa-apa yang Allâh halalkan baginya (pada waktu-waktu yang lain), karena Allâh Azza wa Jalla mengharamkan perkara-perkara tersebut pada bulan Ramadhan, maka hendaknya dia juga memahami bahwa Allâh Azza wa Jalla juga mengharamkan untuknya hal-hal yang haram selama hidupnya. Maka wajib bagi setiap Muslim menjauhi apa yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla selamanya agar terhindar dari adzab yang disiapkan buat orang yang menyelisihi perintah-Nya dan melakukan yang diharamkan-Nya.
Orang yang menjaga lisannya dari perkataan keji dan dusta; Menjaga kemaluannya dari yang Allâh haramkan; Menjaga tangannya dari melakukan perkara haram; Menjaga kakinya dari hal yang Allâh tidak ridhai; Menjaga pendengarannya dari mendengar yang haram serta menjaga matanya dari segala hal yang Allâh haramkan untuk dilihat, kemudian dia terus-menerus menggunakan seluruh anggota badan ini dalam rangka mentaati Allâh Azza wa Jalla sampai meninggal dunia, maka sungguh dia akan berifthar (berbuka puasa) dengan apa yang telah Allâh janjikan bagi orang yang mentaati-Nya berupa nikmat yang kekal dan keutamaan yang agung. Kenikmatan yang tidak pernah terbayang dalam benak, dan tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.
Hal pertama yang akan dia dapatkan adalah apa yang dijelaskah oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai peristiwa ketika seorang Mukmin meninggal dunia. Saat itu, para Malaikat yang wajah-wajah mereka seperti matahari mendatanginya dengan membawa kain kafan dan hanut (peti mati) dari surga. Yang terdepan adalah Malaikat maut, dia mengatakan:
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ، قَالَ: فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنَ السِّقَاءِ، فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ. قَالَ: فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلَا يَمُرُّونَ بِمَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟، فَيَقُولُونَ: فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ، بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهُوا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحُونَ لَهُ، فَيُفْتَحُ لَهُ فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرَّبُوهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي تَلِيهَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ. فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي فِي عِلِّيِّينَ وَأَعِيدُوهُ إِلَى الْأَرْضِ، فَإِنِّى مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ وَمِنْهَا أُخْرِجُهُمْ تَارَةً أُخْرَى. قَالَ: فَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟، فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ؟، فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟، فَيَقُولُ: هُوَ رَسُولُ اللَّهِ، فَيَقُولَانِ لَهُ: وَمَا عِلْمُكَ؟، فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ وَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ. فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ صَدَقَ عَبْدِي، فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ. قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رُوحَهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ، وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ لَهُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ، هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ. فَيَقُولُ لَهُ: فَمَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ الَّذِي يَجِيءُ بِالْخَيْرِ. فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ أَقِمِ السَّاعَةَ، حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي
Wahai jiwa yang bersih ( baik/bagus ) keluarlah menuju ampunan Allâh dan keridhaan-Nya, maka jiwa tersebut keluar seperti keluarnya tetesan air dari mulut ceret. Lalu malaikat maut mengambilnya dan langsung diambil oleh para malaikat lainnya. Lalu mereka menaruhnya di atas kain kafan serta hanut yang mereka bawa. Seketika itu juga, keluar dari jiwa tersebut aroma harum yang tidak ada bandingannya di dunia. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Merekapun membawa jiwa tersebut naik ke langit. Setiap kali mereka melewati sekelompok malaikat, mereka sontak bertanya, 'Ruh siapakah yang harum ini?' Para Malaikat yang membawa ruh itu menjawab, 'Fulan bin fulan.' Mereka menyebutnya dengan nama terbaiknya di dunia, sampai mereka tiba di langit ketujuh. Lalu Allâh Azza wa Jalla berfirman, 'Tulislah kitab hamba-Ku ini di Illiyin dan kembalikanlah dia ke dunia. Sesungguhnya Aku menciptakan mereka dari tanah, dan Aku kembalikan mereka ke tanah lagi, dan kelak Aku akan bangkitkan mereka dari tanah juga.'
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Maka ruhnya dikembalikan lagi kedalam jasadnya, dan dia didatangi oleh dua Malaikat yang kemudian mendudukkannya lalu bertanya, "Siapakah Rabbbmu?" Dia menjawab, "Rabbku adalah Allâh," mereka bertanya lagi, "Apakah agamamu?" Dia berkata, "Agamaku adalah agama Islam."
Mereka bertanya lagi, "Siapakah laki-laki ini yang Allâh utus pada kalian?" Dia menjawab, "Dia adalah Rasûlullâh."
Mereka bertanya lagi, "Apa ilmumu?" Dia menjawab, "Aku membaca kitab Allâh lalu aku beriman dan meyakininya."
Lalu terdengar suara memanggil dari langit,"Hamba-Ku benar (jujur). Berikanlah dia tempat tidur dari surga, dan pakaian dari surga, serta bukakanlah dia pintu ke surga!
Kemudian dia mendapatkan aroma dan harumnya surga serta kuburnya diluaskan sejauh mata memandang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Kemudian dia didatangi oleh seorang laki-laki yang tampan, berpakain bagus, dan memiliki bau yang harum seraya berkata, 'Bergembiralah dengan apa yang membuatmu bahagia! Sesungguhnya ini adalah hari yang dulu engkau dijanjikan.' Muslim (yang sudah meninggal) tersebut bertanya, 'Siapakah kamu? Wajahmu adalah wajah orang yang datang dengan membawa kebaikan.' Laki-laki tersebut menjawab, 'Aku adalah amal shalihmu.'
Kemudian dia berkata, 'Wahai Allâh! Datangkanlah hari kiamat segera, agar aku bisa segera berkumpul kembali bersama keluarga dan hartaku[7]
Inilah balasan orang-orang yang berpuasa (menahan diri) dari segala yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , yang selalu berbuat taat kepada Allâh, senantiasa menjaga perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk golongan mereka, memberikan taufik kepada untuk menempuh jalan yang mereka lalui.
Oleh: Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Hafizhahullah
(Diangkat dari website resmi beliau)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVIII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] ***Almanhaj.or.id***
_______
Footnote
[1]. HR. Imam Muslim, no. 2581
[2]. Diriwayatkan oleh Imam Tirmizi, no. 2616, Ibnu Mâjah no: 3973, dan lafaz hadits ini dari Imam Tirmizi
[3]. HR. Imam al-Bukhâri, no. 6474
[4]. Sunan at-Tirmizi, no. 2409
[5]. Muttafaq alaih, HR. Imam al-Bukhâri, no.6135 dan Imam Muslim, no. 47
[6]. Muttafaq alaih. HR. Imam al-Bukhâri, no. 11 dan Imam Muslim, no. 42
[7]. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, no. 1853
0 Response to "Berpuasa Dari Yang Diharamkan Allah "
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda.