Mukomukoshare.com - Nasehat Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Tentang ISIS
Oleh: Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr hafizhahullah
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وحده وصلى الله وسلم على من لا نبي بعده نبينا محمد وعلى آله وصحبه. أما بعد؛
Beberapa tahun lalu, di Iraq lahir sebuah kelompok yang menamakan
diri mereka دولة الإسلام بالعراق والشام (dalam versi bahasa Inggris: Islamic State of Iraq and Sham;
ISIS), dan dikenal juga dengan singkatan [داعش] yang diambil dari
huruf-huruf awal nama daulah khayalan tersebut. Sebagaimana dikatakan
oleh sebagian pengamat yang mengikuti perkembangan mereka, munculnya
daulah khayalan ini diikuti dengan munculnya sejumlah nama: Abu Fulan Al
Fulani atau Abu Fulan bin Fulan, yaitu berupa kun-yah yang disertai penisbatan kepada suatu negeri atau kabilah. Inilah kebiasaan orang-orang majhul (orang yang tidak jelas) yang bersembunyi di balik kun-yah dan penisbatan.
Kemudian setelah beberapa waktu terjadinya peperangan di Suriah
antara pemerintah dan para penentangnya, masuklah sekelompok orang dari
ISIS ini ke Suriah. Bukan untuk membantu memerangi pemerintah Suriah,
namun malah memerangi Ahlus Sunnah yang berjuang melawan
pemerintah Suriah dan membantai Ahlus Sunnah. Dan sudah masyhur bahwa
cara mereka membunuhi orang-orang yang ingin mereka bunuh seenaknya
yaitu dengan menggunakan golok-golok yang merupakan cara terburuk dan
tersadis.
Di awal bulan Ramadhan tahun ini (1435 H) mereka mengubah nama mereka
menjadi الخلافة الإسلامية (Al-Khilafah Al-Islamiyah). Khalifahnya yang
disebut dengan Abu Bakar Al Baghdadi berkhutbah di sebuah masjid jami’
di Mosul. Diantara yang ia katakan dalam khutbahnya: “Aku dijadikan
pemimpin bagi kalian padahal aku bukan orang yang terbaik di antara
kalian”. Sungguh ia telah berkata benar, bahwa ia bukanlah orang yang
terbaik di antara mereka, karena ia telah membunuhi orang seenaknya
dengan golok-golok. Apabila pembunuhan tersebut atas perintahnya, atau
ia mengetahuinya atau ia menyetujuinya, maka justru ia adalah orang yang
terburuk di antara mereka. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam:
من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه، لا ينقص
ذلك من أجورهم شيئا، ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من
تبعه، لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا
“barangsiapa mengajak kepada jalan petunjuk, maka ia mendapatkan
pahala semisal pahala orang yang mengikutinya. tanpa mengurangi pahala
orang yang mengkutinya itu sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak keada
kesesatan, maka ia mendapatkan dosa semisal dosa orang yang
mengikutinya. tanpa mengurangi dosa orang yang mengkutinya itu
sedikitpun” (HR. Muslim, 6804)
Kalimat yang ia katakan tersebut dalam khutbahnya, sebenarnya adalah
kalimat yang telah dikatakan oleh khalifah pertama umat Islam setelah
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu wa ardhaah.
Namun beliau adalah orang yang terbaik dari umat ini, dan umat ini
adalah umat yang terbaik dari umat-umat yang ada. Beliau berkata
demikian dalam rangka tawadhu’ (rendah hati) padahal beliau sendiri tahu
dan para sahabat juga tahu bahwa beliau adalah orang yang terbaik di
antara mereka berdasarkan dalil-dalil berupa ucapan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengenai hal tersebut. Maka sebaiknya firqah
ini (ISIS) sadar diri dan kembali kepada jalan petunjuk sebelum daulah
mereka hilang dihembus angin sebagaimana daulah-daulah yang telah ada
semisalnya di berbagai zaman.
Dan suatu hal yang disayangkan, fitnah (musibah) khilafah
khayalan yang lahir beberapa waktu yang lalu ini, diterima dan disambut
oleh sebagian pemuda di negeri Al-Haramain. Mereka bahagia dan senang
terhadap khilafah khayalan ini sebagaimana senangnya orang yang haus
ketika mendapatkan minuman. Dan diantara mereka juga ada yang mengaku
telah berbai’at kepada khalifah majhul tersebut! Bagaimana mungkin bisa diharapkan kebaikan dari orang-orang yang memiliki pemahaman takfir (serampangan memvonis kafir) dan taqtil (serampangan membunuh orang) dengan cara membunuh yang paling kejam dan sadis?
Maka yang menjadi kewajiban atas para pemuda tersebut untuk
melepaskan diri mereka dari pengaruh para provokator, dan hendaklah
mereka ruju’ kepada apa yang datang dari Allah ‘Azza Wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam
dalam setiap tindak-tanduk mereka. Karena pada keduanya ada
keterjagaan, keselamatan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Dan
hendaknya mereka juga ruju’ kepada para ulama yang senantiasa menasihati mereka dan kaum muslimin. Diantara contoh keselamatan dari kesesatan karena ruju’ kepada para ulama adalah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (191) dari Yazid Al Faqir, ia berkata:
كنتُ قد شَغَفَنِي رأيٌ من رأي الخوارج، فخرجنا في عِصابةٍ
ذوي عدد نريد أن نحجَّ، ثمَّ نخرجَ على الناس، قال: فمررنا على المدينة
فإذا جابر بن عبد الله يُحدِّث القومَ ـ جالسٌ إلى ساريةٍ ـ عن رسول الله
صلى الله عليه وسلم، قال: فإذا هو قد ذكر الجهنَّميِّين، قال: فقلتُ له: يا
صاحبَ رسول الله! ما هذا الذي تُحدِّثون؟ والله يقول: {إِنَّكَ مَن
تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ}، و {كُلَّمَا أَرَادُوا أَن
يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا}، فما هذا الذي تقولون؟ قال: فقال:
أتقرأُ القرآنَ؟ قلتُ: نعم! قال: فهل سمعت بمقام محمد عليه السلام، يعني
الذي يبعثه فيه؟ قلتُ: نعم! قال: فإنَّه مقام محمد صلى الله عليه وسلم
المحمود الذي يُخرج اللهُ به مَن يُخرج. قال: ثمَّ نعتَ وضعَ الصِّراط
ومرَّ الناس عليه، قال: وأخاف أن لا أكون أحفظ ذاك. قال: غير أنَّه قد زعم
أنَّ قوماً يَخرجون من النار بعد أن يكونوا فيها، قال: يعني فيخرجون
كأنَّهم عيدان السماسم، قال: فيدخلون نهراً من أنهار الجنَّة فيغتسلون فيه،
فيخرجون كأنَّهم القراطيس. فرجعنا، قلنا: وَيْحَكم! أَتَروْنَ الشيخَ
يَكذِبُ على رسول الله صلى الله عليه وسلم؟! فرجعنا، فلا ـ والله! ـ ما خرج
منَّا غيرُ رَجل واحد، أو كما قال أبو نعيم
“Dulu aku pernah terpengaruh dan begitu menyukai suatu pemikiran
dari pemikiran Khawarij, lalu kami keluar bersama sekelompok orang
banyak untuk berhaji. Kami pun keluar bersama orang-orang. Kemudian
tatkala kami melewati Madinah, kami mendapati Jabir bin ‘Abdillah tengah
duduk di tengah para musafir untuk mengajarkan hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau menyebutkan tentang Al Jahannamiyun
(orang-orang yang dikeluarkan dari neraka). Aku pun berkata kepada
Jabir bin ‘Abdillah, ‘Wahai shahabat Rasulullah, apa yang sedang kau
katakan ini? Bukankah Allah berfirman (yang artinya): Wahai Rabb kami,
sesungguhnya siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh
telah Engkau hinakan dia” (QS. Ali ‘Imran: 192). Allah juga berfirman
(yang artinya): “Setiap kali mereka (para penghuni neraka) hendak keluar
daripadanya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya” (QS. As-Sajdah:
20). Lalu apa yang kalian katakan ini?”. Maka Jabir bin ‘Abdillah pun
berkata, “Apakah kau membaca Al Quran?”. Aku menjawab, “Ya”. Jabir
berkata, “Lantas apakah kau mendengar tentang kedudukan Muhammad
‘alaihis salam? Yakni kedudukan yang beliau diutus kepadanya?”. Aku
menjawab, “Ya”. Jabir “Maka sesungguhnya itulah kedudukan Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam yang terpuji, yang dengan sebabnya lah
Allah mengeluarkan orang yang dikeluarkan dari neraka”. Kemudian Jabir
menjelaskan tentang letak shirath dan bagaimana manusia melintasinya.
Aku khawatir tidak menghafalnya semua penjelasannya. Hanya saja Jabir
mengatakan bahwa ada orang-orang yang dikeluarkan dari neraka setelah
mereka berada di dalamnya, dia mengatakan, “Lalu mereka dikeluarkan
(dari neraka) seakan-akan mereka itu potongan kayu dan biji-bijian
kering yang telah dijemur, lalu mereka dimasukkan ke sebuah sungai dari
sungai-sungai surga dan mereka mereka dicuci di situ, lalu dikeluarkan
lagi seakan-akan mereka itu kertas yang putih”. Lalu kami pun ruju’,
kami mengatakan kepada sesama kami, “Celakalah kalian! Apakah kalian
pikir Syaikh (yaitu Jabir bin ‘Abdillah) telah berdusta atas nama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Dan kami pun ruju’, dan demi
Allah, tidaklah ada yang keluar dari kelompok kami kecuali seorang
lelaki saja. Atau kira-kira demikian yang dikatakan oleh Abu Nu’aim” (HR. Muslim)
Abu Nu’aim di sini adalah Al Fadhl bin Dukain, ia adalah salah
seorang perawi hadits ini. Hadits ini menunjukkan bahwa kelompok yang
disebutkan di dalamnya telah mengagumi pemikiran Khawarij, yaitu
mengkafirkan pelaku dosa besar dan meyakini mereka kekal di neraka.
Namun dengan bertemunya mereka dengan Jabir radhiyallahu’anhu
dan dengan penjelasan beliau, akhirnya mereka kemudian mengikuti
bimbingan Jabir kepada mereka lalu meninggalkan kebatilan yang mereka
pahami. Mereka juga tidak jadi melancarkan pemberontakan yang sudah
mereka rencanakan akan dilakukan setelah haji. Inilah faidah terbesar
yang akan didapatkan oleh seorang Muslim jika ia ruju’ kepada ulama.
Bahaya ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama dan menyimpang
dari kebenaran serta menyelisihi pendapat ahlussunnah wal jama’ah juga
ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berikut ini, dari hadits Hudzaifah radhiyallahu’anhu,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت
بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره
بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو
المرمي؟ قال: بل الرامي
“Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kalian adalah orang
yang membaca Al-Qur’an, yaitu ketika telah terlihat cahaya dalam dirinya
dan menjadi benteng bagi Islam, ia pun berlepas diri dari Al Qur’an dan
membuangnya di belakang punggungnya. Lalu ia berusaha memerangi
tetangganya dengan pedang dan ia menuduh tetangganya itu telah syirik.
Aku (Hudzaifah) berkata: ‘Wahai Nabi Allah, (dalam keadaan ini) siapakah
yang berbuat syirik, apakah yang menuduh atau yang tertuduh?’. Beliau
bersabda: ‘yang menuduh’” (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar, lihat Silsilah Ash Shahihah karya Al-Albani no. 3201).
Masih belianya usia, merupakan sumber buruknya pemahaman. Ini ditunjukkan oleh hadits yang di riwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya (4495) dengan sanadnya dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya bahwa ia berkata:
قلت لعائشة زوج النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم وأنا يومئذ
حديث السنِّ: أرأيتِ قول الله تبارك وتعالى: {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ
مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ
جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا} ، فما أرى على أحد شيئاً أن لا
يطوَّف بهما، فقالت عائشة: كلاَّ! لو كانت كما تقول كانت: فلا جناح عليه أن
لا يطوَّف بهما، إنَّما أنزلت هذه الآية في الأنصار، كانوا يُهلُّون
لِمناة، وكانت مناة حذو قديد، وكانوا يتحرَّجون أن يطوَّفوا بين الصفا
والمروة، فلمَّا جاء الإسلام سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك،
فأنزل الله {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ
حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ
بِهِمَا
“Aku berkata kepada Aisyah istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam
dan aku ketika itu masih berumur muda: Apa pendapatmu tentang firman
Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah
termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke
Ka’bah atau Umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf pada
keduanya”. Maka aku berpendapat bahwa tidak mengapa seseorang tidak
melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah?. Aisyah berkata: Tidak,
andaikan seperti yang engkau katakan maka ayatnya akan berbunyi, “Maka
tidak ada dosa baginya untuk ‘tidak’ thawaf pada keduanya”. Hanyalah
ayat ini turun ada sebabnya, yaitu tentang kaum Anshar, dulu mereka
berihram untuk Manat, dan Manat terletak di Qudaid. Dahulu mereka merasa
berdosa untuk melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah. Ketika datang
Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
tentang itu, lalu Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan
haji ke Ka’bah atau Umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf pada
keduanya”” (HR. Al Bukhari)
‘Urwah bin Az-Zubair termasuk orang yang utama dari kalangan tabi’in,
salah seorang dari 7 fuqoha Madinah di masa tabi’in. Beliau telah
menyiapkan ‘udzur-nya pada kesalahan pemahaman beliau, yaitu usia
beliau yang masih muda ketika bertanya pada Aisyah. Maka jelaslah dari
sini bahwa belianya usia meupakan sumber buruknya pemahaman dan bahwa
kembali kepada ulama adalah sumber kebaikan dan keselamatan. Dalam Shahih Al Bukhari (7152) dari Jundab bin Abdillah, ia berkata:
إنَّ أوَّل ما ينتن من الإنسان بطنُه، فمَن استطاع أن لا
يأكل إلاَّ طيِّباً فليفعل، ومَن استطاع أن لا يُحال بينه وبين الجنَّة
بملء كفٍّ من دم هراقه فليفعل
“Sesungguhnya bagian tubuh manusia yang pertama kali membusuk
adalah perutnya, maka siapa yang mampu untuk tidak makan kecuali dari
yang baik hendaknya ia lakukan. Barangsiapa yang mampu untuk tidak
dihalangi antara dirinya dan surga dengan setangkup darah yang ia
tumpahkan, hendaknya ia lakukan” (HR. Al Bukhari)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (13/130) : “Diriwayatkan juga secara marfu’
oleh Ath-Thabrani dari jalan Ismail bin Muslim, dari Al Hasan, dari
Jundab dengan lafadz: kalian tahu bahwa aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
تعلمون أنِّي سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لا
يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه
بغير حلِّه
‘Janganlah terhalangi sampai salah seorang dari kalian dengan surga
karena setangkup darah seorang muslim yang ia tumpahkan tanpa alasan
yang benar, padahal ia sudah melihat surga’
Hadits ini walaupun tidak secara tegas marfu’ kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam namun dihukumi marfu’
karena tidak mungkin dikatakan berdasarkan pendapat. Sebab di dalamnya
ada ancaman yang keras terhadap dosa membunuh seorang muslim tanpa hak”
[selesai perkataan Ibnu Hajar].
Sebagian hadits-hadits dan atsar-atsar ini telah aku sebutkan dalam tulisanku berjudul Biayyi ‘Aqlin wa Diinin Yakuunut Tafjiir wat Tadmiir Jihaadan.
Di dalamnya juga terdapat banyak hadits dan atsar yang menjelaskan
haramnya bunuh diri dan haramnya membunuh orang lain tanpa hak. Tulisan
ini telah dicetak secara tersendiri pada tahun 1424 H, dan dicetak pada
tahun 1428 H bersama tulisan lain yang berjudul Badzalun Nush-hi wat Tadzkiir li Baqaayal Maftuuniin bit Takfiir wat Tafjiir yang termasuk dalam Majmu’ Kutub war Rasail milikku (6/225/276).
Dan kepada para pemuda yang sudah ikut-ikutan mendukung ISIS ini, hendaklah mereka ruju‘
dan kembali kepada jalan yang benar. Dan jangan terfikir sama sekali
untuk bergabung bersama mereka, yang akan menyebabkan kalian keluar dari
kehidupan ini lewat bom bunuh diri yang mereka pakaikan atau disembelih
dengan golok-golok yang sudah jadi ciri khas kelompok ini. Dan (kepada
para pemuda Saudi) hendaknya mereka tetap mendengar dan taat kepada
pemerintah Arab Saudi yang mereka hidup di bawah kekuasaannya. Demikian
pula bapak-bapak dan kakek-kakek juga mereka hidup di negeri ini dalam
keadaan aman dan damai. Sungguh negeri ini adalah negeri yang terbaik di
dunia ini, dengan segala kekurangannya. Dan diantara sebab kekurangan
tersebut fitnah (musibah) para pengikut budaya Barat di negeri
ini yang terengah-engah dalam taqlid terhadap negeri Barat dalam perkara
yang mengandung mudharat.
Aku memohon kepada Allah ‘Azza Wa Jalla agar Ia senantiasa
memperbaiki kondisi kaum muslimin di manapun berada. Dan semoga Allah
memberi hidayah kepada para pemuda kaum Muslimin baik laki-laki maupun
wanita kepada setiap kebaikan, semoga Allah menjaga negeri Al Haramain
baik pemerintah maupun masyarakatnya dari setiap kejelekan, semoga
Allah memberi taufiq kepada setiap kebaikan dan melindungi dari
kejahatan orang-orang jahat dan tipu daya orang-orang fajir.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه
(Muslim.or.id)
0 Response to "Nasehat Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Tentang ISIS "
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda.