Khusyuk, ruh, dan maksud shalat
Ketahuilah, bahwa Allah Ta’ala memuji orang-orang yang khusyuk dalam shalat mereka,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
(1) “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
(2) “(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya” (Al-Mu`minuun: 1-2).
Makna Khusyuk
Makna khusyuk secara bahasa
Pakar bahasa Ibnu Faris rahimahullah mengatakan,
خشع: الخاء والشين والعين أصلٌ واحدٌ، يدل على التَّطامُن
“khusyuk adalah (terdiri dari tiga huruf dasar) kha`, syin dan ‘ain adalah satu sumber, yang menunjukkan kepada makna tunduk/merendah)” (http://shamela.ws/browse.php/book-96463/page-7#page-7).
Makna khusyuk secara istilah
Adapun Makna khusyuk dalam penafsiran Ahli Tafsir adalah sebagai berikut:
Al-Baghawi rahimahullah menukilkan beberapa penafsiran ulama tentang khusyuk dalam shalat, walaupun penafsiran tersebut berbeda ungkapannya, namun satu sama lain tidak saling bertentangan, bahkan saling melengkapi, karena sebagian ahli tafsir menjelaskan makna khusyuk dari sisi lahiriyah dan sebagian lagimenjelaskan makna khusyuk dari sisi batin.
Al-Baghawi rahimahullah ketika menafsirkan ayat,
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
“(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya” (Al-Mu`minuun: 2)
اختلفوا في معنى الخشوع ، فقال ابن عباس مخبتون أذلاء وقال الحسن وقتادة خائفون وقال مقاتل متواضعون وقال مجاهد هو غض البصر وخفض الصوت .
“(Para Ulama) berselisih dalam menafsirkan makna khusyuk, Ibnu ‘Abbas berkata: tenang dan merendahkan diri, Al-Hasan (Al-Bashri) dan Qotadah menafsirkan: (yaitu) orang-orang yang takut, Muqotil menyatakan: (yaitu) orang-orang yang rendah hati (tawadhu’) dan Mujahid berkata yaitu menundukkan pandangan dan merendahkan suara”
Beliau juga berkata,
وعن علي رضي الله عنه هو أن لا يلتفت يمينا ولا شمالا وقال سعيد بن جبير هو أن لا يعرف من على يمينه ولا من على يساره ولا يلتفت من الخشوع لله عز وجل وقال عمرو بن دينار هو السكون وحسن الهيئة وقال ابن سيرين وغيره هو أن لا ترفع بصرك عن موضع سجودك وقال عطاء هو أن لا تعبث بشيء من جسدك في الصلاة…..وقيل الخشوع في الصلاة هو جمع الهمة ، والإعراض عما سواها والتدبر فيما يجري على لسانه من القراءة والذكر
“Dari Ali radhiyallahu ‘anhu, yaitu tidak menoleh ke kanan dan tidak pula ke kiri. Sa’id bin Jubair berkata yaitu (seseorang) tidak mengetahui siapa orang yang di sebelah kanan dan kirinya, ia tidak menoleh, karena demikian khusyuknya (menghadap kepada) Allah ‘Azza wa Jalla. ‘Amr bin Dinar berkata, yaitu ketenangan dan keindahan keadaan (gerakan). Adapun Ibnu Sirin dan yang lainya menafsirkan, yaitu Anda tidak mengangkat pandanganmu dari tempat sujudmu. Berkata Atha`, yaitu Anda tidak bermain-main dengan anggota tubuhmu dalam shalat…dan adapula yang menyatakan khusyuk dalam shalat adalah mengumpulkan konsentrasi (memperhatikan urusan shalat) dan berpaling dari urusan di luar shalat sembari menghayati makna bacaan dan dzikir yang diucapkan lisannya” (Diringkas dari Tafsir Al-Baghawi: 3/238-239).
Kesimpulan makna khusyuk yang menyeluruh, baik khusyuk yang lahiriyah maupun yang batin
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas (Al-Mu`minuun: 1-2),
والخشوع في الصلاة: هو حضور القلب بين يدي الله تعالى، مستحضرا لقربه، فيسكن لذلك قلبه، وتطمئن نفسه، وتسكن حركاته، ويقل التفاته، متأدبا بين يدي ربه، مستحضرا جميع ما يقوله ويفعله في صلاته، من أول صلاته إلى آخرها، فتنتفي بذلك الوساوس والأفكار الردية، وهذا روح الصلاة، والمقصود منها، وهو الذي يكتب للعبد، فالصلاة التي لا خشوع فيها ولا حضور قلب، وإن كانت مجزئة مثابا عليها، فإن الثواب على حسب ما يعقل القلب منها.
“Khusyuk dalam shalat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala, menghayati kedekatan dengan-Nya, hingga tentram hatinya karenanya, tenang jiwa dan gerakannya, tidak banyak mengingat sesuatu di luar urusan shalat, beradab di hadapan Rabb-nya, menghayati seluruh apa yang ia ucapkan dan lakukan dalam shalatnya, dari awal hingga selesai shalatnya, sehingga hilang was-was (bisikan syaitan) dan berbagai pikiran yang jelek. Inilah ruh dan maksud shalat. Shalat yang seperti inilah yang ditulis pahalanya bagi seorang hamba. Jadi shalat yang tidak ada kekhusyukan dan tidak ada pula kehadiran hati -walaupun shalat seperti itu sah dan diberi pahala (pelakunya)- namun sesungguhnya pahala shalat itu sesuai dengan kehadiran hati di dalam mengerjakannya” (Tafsir As-Sa’di, hal. 637).
Jadi, profil orang yang khusyuk dalam shalatnya adalah:
khusyuk hatinya, yaitu kehadiran hati seseorang yang sedang menunaikan shalat secara totalitas menghadap Allah Ta’ala dengan membawa cinta kepada-Nya, mengagungkan-Nya, takut terhadap siksa-Nya, dan mengharap pahala dari-Nya sehingga merasakan kedekatan dengan-Nya dan tentram hatinya serta konsentrasi penuh menghayati seluruh apa yang ia ucapkan dan lakukan dalam shalatnya, dari awal hingga selesai shalatnya. Kekhusyukan hati inilah yang melahirkan kekhusyukan badan, karena ia adalah pokok kekhusyukan.
khusyuk badan, berupa ketenangan gerakan dalam shalat, beradab dan tidak tergesa-gesa dalam mengucapkan dzikir dan do’a, ketundukan pandangan ke arah tempat sujud, tidak menoleh ke atas atau ke samping, semua anggota tubuh sesuai posisinya masing-masing dalam setiap gerakan shalat dengan tepat dan tidak disibukkan dengan gerakan yang sia-sia.
Inilah khusyuk yang merupakan ruh dan maksud shalat. Namun, tidaklah bisa khusyuk anggota tubuh kita kecuali jika khusyuk hati kita, karena kekhusyukan hati adalah pokok/dasar kekhusyukan badan. Oleh karena itu, ketika seorang imam Tabi’in, Sa’id bin Musayyib rahimahullah melihat ada seseorang yang berbuat sia-sia dalam shalatnya, beliau berkata:
لو خشع قلب هذا لخشعت جوارحه
“Kalau seandainya hati orang ini khusyuk, tentulah akan khusyuk anggota tubuhnya” (Syarhus Sunnah (PDF): 3/261).
Dua induk penghalang khusyu’
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan induk penyebab waswas (lintasan batin yang mengganggu/bisikan syetan),
(فإن كثرة الوسواس بحسب كثرة الشبهات و الشهوات ، و تعليق القلب بالمحبوبات التي ينصرف القلب إلى طلبها ، والمكروهات التي ينصرف القلب إلى دفعها ). مجموع الفتاوى
“Sesungguhnya banyaknya waswas sesuai dengan banyaknya syubhat dan syahwat, dan sesuai dengan kecondongan hati terhadap perkara-perkara yang dicintainya, yang membuatnya menginginkan lagi mencarinya serta sesuai dengan perkara-perkara yang dibenci, yang hati terdorong untuk menolaknya” (Majmu’ul Fatawa: 22/607).
Kesimpulan
Kita sangat memerlukan kekhusyukan dalam shalat karena ia merupakan ruh dan maksud shalat. Nah, pertanyaannya: Sudahkah kita meraih ruh dan maksud shalat tersebut?
*****
(Muslim.or.id)
0 Response to "Ada Apa Dengan Khusyuk?"
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda.