Shalat adalah sesuatu yang paling disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana dengan kita?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جعلت قُرَّة عَيْني فِي الصَّلَاة
“Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada saat mengerjakan shalat” (HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya. Hadits Shahih)
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan:
وقرة الْعين فَوق الْمحبَّة فَإِنَّهُ لَيْسَ كل مَحْبُوب تقر بِهِ الْعين وَإِنَّمَا تقر الْعين بِأَعْلَى المحبوبات الَّذِي يحب لذاته وَلَيْسَ ذَلِك إِلَّا الله الَّذِي لَا إِلَه إِلَّا هُوَ وكل مَا سواهُ فَإِنَّمَا يحب تبعا لمحبته
“Qurratul ‘ain” itu melebihi sekedar cinta biasa (kesukaan biasa), karena tidak setiap perkara yang dicintai pasti sebagai “Qurratul ‘ain” (paling menyenangkan hati), dan semata-mata hati itu bisa mencapai puncak kesenangannya, hanyalah dengan sesuatu yang paling dicintai, (yaitu) yang dicintai karena dirinya (maksudnya: statusnya sebagai pokok cinta dan bukan cinta cabang , pent). Dan tidak lain itu adalah Allah, yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia. Seluruh selain-Nya semata-mata dicintai karena mengikuti kecintaan kepada-Nya” (Risaalah Ibnil Qoyyim ila ahadi ikhwaanihi (PDF), hal. 36).
Pada petikan yang lain beliau juga berkata:
فَالصَّلَاة قُرَّة عُيُون المحبين فِي هَذِه الدُّنْيَا لما فِيهَا من مُنَاجَاة من لَا تقر الْعُيُون وَلَا تطمئِن الْقُلُوب وَلَا تسكن النُّفُوس إِلَّا إِلَيْهِ والتنعم بِذكرِهِ والتذلل والخضوع لَهُ والقرب مِنْهُ وَلَا سِيمَا فِي حَال السُّجُود وَتلك الْحَال أقرب مَا يكون العَبْد من ربه فِيهَا
“Maka shalat dikatakan “Qurratul ‘ain” bagi orang-orang yang mencintai (Allah) di dalam kehidupan dunia ini karena di dalam shalat terdapat aktifitas bermunajat (berkomunikasi lirih) dengan Dzat, yang tidaklah senang dan tenang suatu hati dan tidaklah jiwa menjadi sakinah kecuali dengan berkomunikasi dengan-Nya dan bernikmat-nikmat dengan mengingat-Nya, merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya serta mendekatkan diri kepada-Nya. Terlebih lagi dalam keadaan sujud, keadaan tersebut adalah keadaan hamba yang terdekat dengan Rabb nya di dalam shalat” (Risaalah Ibnil Qoyyim ila ahadi ikhwaanihi (PDF), hal. 37).
Shalat jika dikerjakan dengan baik, membuahkan kemanisan iman dalam hati! Lalu apa yang kita rasakan dalam shalat kita?
Ibnul Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan gurunya, (yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah):
إذا لم تجد للعمل حلاوة في قلبك وانشراحًا فاتَّهمْه فإن الربَّ تعالى شكور.
“Jika Anda tidak mendapatkan kemanisan (iman/ibadah) dan kelapangan dalam hatimu ketika beramal (beribadah), maka curigailah amalan Anda tersebut, karena Allah Ta’ala Dzat Yang Maha Mensyukuri”
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan maksud perkataan gurunya di atas:
يعني أنه لا بد أن يثيب العامل على عمله في الدنيا من حلاوة يجدها في قلبه وقوة انشراح وقرة عين، فحيث لم يجد ذلك فعمله مدخول
“Maksudnya, bahwa Allah pasti memberi pahala pelaku amal shaleh (ibadah) di Dunia, berupa kemanisan (iman/ibadah) yang ia dapatkan dalam hatinya, demikian pula kelapangan dan kesenangan hati , maka jika ia tidak mendapatkan hal itu, maka amalnya terkontaminasi (terkotori kotoran)” (Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim: 2/68).
Berapa pahala shalat kita?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمُنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها
“Sesungguhnya seseorang selesai dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Al-Munaawi rahimahullah berkata:
أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ
“Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu’an dan penghayatan makna bacaan sholat dan yang semisalnya dari perkara-perkara yang menyebabkan kesempurnaan sholat“ (Faidhul Qodiir: 2/333, Hadits no. 1978)
Tahukah Anda standar penilaian shalat seorang hamba?
Ada satu riwayat yang shahih sanadnya, bahwa Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan:
يكتب للرجل من صلاته ما عقل منها
“Pahala shalat seseorang ditulis berdasarkan apa yang ia pahami dari shalatnya (berdasarkan kehadiran hati)” (Al-Qaulul Mubiin, Syaikh Masyhuur Salaman, hal. 454).
Jadi, yang mempengaruhi bobot shalat seseorang, selain ikhlas dan tata cara shalatnya yang sesuai dengan sunnah, juga apakah hatinya hadir dalam shalatnya, menghayati ucapan dan perbuatan shalat yang ia lakukan?
Khusyu’ adalah ruh shalat!
Siapa yang mau shalatnya seperti badan tanpa ruh (shalat hanya gerakan badan tanpa hadirnya hati/khusyu’)? Ketahuilah, bahwa Allah Ta’ala memuji orang-orang yang khusyu’ dalam shalat mereka,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
(1) ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,”
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
(2) “(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al-Mu`minuun: 1-2).
Dan khusyu’ dalam shalat meliputi khusyu’ lahir dan batin (hati), sebagaimana penafsiran Syaikh As-Sa’di rahimahullah terhadap ayat di atas,
والخشوع في الصلاة: هو حضور القلب بين يدي الله تعالى، مستحضرا لقربه، فيسكن لذلك قلبه، وتطمئن نفسه، وتسكن حركاته، ويقل التفاته، متأدبا بين يدي ربه، مستحضرا جميع ما يقوله ويفعله في صلاته، من أول صلاته إلى آخرها، فتنتفي بذلك الوساوس والأفكار الردية، وهذا روح الصلاة، والمقصود منها، وهو الذي يكتب للعبد، فالصلاة التي لا خشوع فيها ولا حضور قلب، وإن كانت مجزئة مثابا عليها، فإن الثواب على حسب ما يعقل القلب منها.
“Khusyu’ dalam shalat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala, menghayati kedekatan dengan-Nya, hingga tentram hati karenanya, tenang jiwa dan gerakannya, tidak banyak mengingat sesuatu di luar urusan shalat, beradab di hadapan Rabb-nya, menghayati seluruh apa yang ia ucapkan dan lakukan dalam shalatnya, dari awal hingga selesai shalatnya, sehingga hilang was-was (bisikan syaitan) dan berbagai pikiran yang jelek. Inilah ruh dan maksud shalat. Shalat yang seperti inilah yang ditulis pahalanya bagi seorang hamba. Jadi shalat yang tidak ada kekhusyu’an dan tidak ada pula kehadiran hati -walaupun shalat seperti itu sah dan diberi pahala (pelakunya)- namun sesungguhnya pahala shalat itu sesuai dengan kehadiran hati di dalam mengerjakannya” (Tafsir As-Sa’di, hal. 637).
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita bisa tarik sebuah kesimpulan bahwa betapa pentingnya kehadiran hati yang menghayati ucapan dan gerakan shalat.
*******
(Muslim.or.id)
0 Response to "Pentingnya Menghayati Ucapan Dan Gerakan Shalat"
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda.